Ulil Amri Robot

Sangat mungkin robot memiliki kemampuan gerak yang lincah seiring perkembangan teknologi. Bahkan tak lama lagi robot berpotensi menggantikan tugas pembantu rumah tangga. Bagi penggemar teknologi, ini berita Bagus. Tapi untuk TKW asal Indonesia mungkin akan menjadi berita duka.

Sehebat apapun robot, ia tetap tunduk pada program yang tersimpan dalam memorinya. Robot tak akan melakukan sesuatu di luar program yang ada di "kepala"nya.

Demikian pula sosok yang diberi gelar ulil amri oleh kaum yang suka memoles bibirnya dengan jargon sunnah dan salafi. Ketika "ulil amri" menjalankan program dari Allah, ia menjadi ulil amri yang sesungguhnya. Karena memang seperti itulah seharusnya hamba Allah, baik bergelar ulil amri atau rakyat jelata.

Persoalannya adalah bila sang "ulil amri" ternyata terpogram dengan sistem politik demokrasi dan sistem hukum non Islam. Saat itu ia sekedar robot yang tak akan keluar dari program yang ada di memorinya tersebut.

Celakanya, ketika sistem yang menjadi "program" penggeraknya bukan Islam, sudah pasti yang akan mengendalikan adalah Barat. Remote dipegang oleh Barat. Kapan suka akan dilengserkan dan diganti dengan robot baru.

Selagi sistem yang menjadi "program" gerak sang ulil amri bukan Islam, ia tak pernah merdeka menjadi hamba Allah yang paripurna. Ia selalu di-remote oleh Barat.

Dalam potret realita demikian, para penklaim jargon salafi dan sunnah memposisikan sang robot sebagai ulil amri yang wajib ditaati sebagai tuntutan beragama yang benar. Siklusnya menjadi aneh tapi nyata. Sang ulil amri sendiri adalah robot dan boneka Barat melalui remote sistem demokrasi dan hukum jahiliyah yang digunakan, tapi para klaimer salafi taat buta kepadanya.

Bisa Anda bayangkan, betapa lucu kenyataan naif ini. Pekerjaan Barat menjadi sangat enteng: cukup duduk manis sambil ngopi.

Sistem jahiliyah menjadi alat remote sang "ulil amri", sementara umat Islam diremote dengan doktrin ulil amri yang lucu.

Tapi lucu yang membuat saya gagal tertawa.