اهل السنة والجماعة

Seputar Islam - Dakwah - Sunnah - Jihad - Global News - Amar ma'ruf - Nahi Munkar - Fiqih - Aqidah

Senin, 06 Maret 2017

Menasehati Ulil Amri

Saat umat Islam gemuruh pada 411 & 212 membela Al-Quran dan Ulama yang dinista a hog, para klaimer salafi (KS) sibuk broadcast cara menasehati penguasa sesuai sunnah. Rupanya hati KS lebih gundah dengan cara umat Islam mengkspresikan kemarahan dibanding ikut marah bersama mereka. Lebih asyik mengulik cela teman dibanding ikut mengasah pedang menerjang lawan.

Cara beragama seperti ini mirip cara khawarij, kelompok yang paling dimusuhi KS melebihi permusuhan mereka terhadap kaum kafir. Khawarij lebih galak kepada umat Islam dibanding musuh yang nyata. Tajam kepada kawan tapi tumpul terhadap lawan. Yaqtuluna ahlal islam wa yatrukuna ahlal autsan. Bedanya hanya soal dosis.

BC soal cara menasehati penguasa inti pesannya harus dengan cara menjunjung tinggi martabat penguasa. Yaitu dengan mendatangi penguasa secara privat untuk menyampaikan nasehat. Bukan dengan cara unjuk rasa yang akan mempermalukan penguasa.

Jika dipikir seksama, cara KS menyikapi penguasa sudah sampai derajat ghuluw alias ekstrim. Penguasa diberi khususiyah dan penghormatan yang mendekati derajat maksum. Hati dan martabat mereka harus dijaga sedemikian rupa layaknya sosok suci atau kekasih hati.

Ada kontradiksi yang aneh dalam cara berpikir KS. Pemimpin negara, apapun sistem yang berlaku di negara tersebut, selagi beragama Islam dan melaksanakan shalat maka statusnya adalah ulil amri. Karenanya umat Islam, kata KS, wajib taat kepadanya dan menghormatinya.

Sang ulil amri disebabkan sistem tata negaranya demokrasi mempersilakan rakyat untuk menyampaikan aspirasi melalui unjuk rasa alias demonstrasi. Artinya, siapapun yang melakukan demo ia tetap dalam koridor taat dan hormat thd sang ulil amri.

Anehnya, para duat KS melarangnya karena cara itu tidak sesuai dengan manhaj salaf dalam menegur ulil amri. Seharusnya rakyat menemui sang ulil amri secara privat dan menasehatinya empat mata.

Duat KS begitu semangat mengkritisi jalan demo padahal ia hanya aksesori sistem demokrasi. Sementara sistemnya yang menjadi pokok masalah didiamkan.

Jadi kalo dipikir cara mereka dakwah bukan ingin memurnikan Islam dari segala ideologi, sistem, konstitusi dan penguasa yang  menghalanginya, tapi sekedar melapangkan jalan selebar dan semulusnya untuk menjilat penguasa dan ghuluw (oversdisis) dalam memanjakannya. Nyaris seperti memberi cek kosong terhadap penguasa, sedurjana apapun.
Share:

0 komentar:

Posting Komentar

Blog Archive