اهل السنة والجماعة

Seputar Islam - Dakwah - Sunnah - Jihad - Global News - Amar ma'ruf - Nahi Munkar - Fiqih - Aqidah

Senin, 06 Maret 2017

Memahami Logika Jihad

Jihad bukan syariat yang berdiri sendiri. Ia merupakan 'produk' turunan dari pokok masalah yang menjadi spirit dasar ajaran  Islam.

Karenanya melihat jihad tanpa memahami spirit yang mendasarinya akan kehilangan gambar utuhnya. Jihad bukan hanya soal kekerasan yang menjadi potret luarnya. Tapi ada nilai luhur yang terkait erat dengan inti agama Islam.

Spirit dasar yang membingkai jihad adalah harga diri dan kemuliaan (izzah). Pertama, kemuliaan Allah. Kedua, kemuliaan dan harga diri Islam. Ketiga, kemuliaan dan harga diri umat Islam, hamba Allah yang dicintai-Nya.

Kemuliaan Allah menjadi sumber semua kemuliaan. Tak ada kemuliaan tanpa dikaitkan dengan kemuliaan Allah.

Allah Maha Kuasa, Pencipta dan Maharaja Alam Semesta. Ketika presiden yang manusia dan memimpin satu negara saja dilindungi oleh UU anti penghinaan sebagai bagian dari penjagaan wibawa pemerintah, maka sangat masuk akal bila Allah juga minta dijaga kemuliaan-Nya. Sudah sewajarnya Allah menetapkan standar kemuliaan dan penjagaan kewibawaan yang paling tinggi.

Ketika ada yang menghina presiden, aparat keamanan bertindak untuk menangkap dan menghukumnya. Sama juga ketika ada yang menghina Allah atau melakukan apapaun yang membuat Allah murka, hamba-hamba Allah yang akan bergerak cepat menindaknya. Mekanisme penindakan dengan kekuatan ini disebut jihad. Suatu logika yang sangat sederhana.

Sumber kemuliaan kedua, Islam. Ajaran Islam sebagai UU dari Allah juga harus terlaksana dengan baik. Jika tak terlaksana, harus ada mekanisme untuk memaksanya agar kedaulatan Allah berlaku di muka bumi. Sama halnya dengan mekanisme untuk memaksa UU buatan manusia demi kedaulatan negara. Selalu ujungnya adalah kekuatan memaksa, yang direpresentasikan dengan keberadaan polisi dan tentara. Dan itu artinya paksaan dengan kekerasan. Logika yang juga sederhana.

Dan sumber kemuliaan ketiga, umat Islam. Hamba Allah pantang untuk dihinakan musuh Allah. Sedangkan alat terbaik untuk tujuan itu adalah kekuatan jihad, bukan negosiasi yang pada akhirnya mengalah terhadap tekanan musuh Allah dan mundur dari garis batas prinsip yang seharusnya tak boleh mundur.

Jihad hanya terjadi jika ada tekad kuat hamba Allah untuk memuliakan Allah, Islam dan menjaga kehormatan umat Islam. Ketika umat Islam tak punya komitmen menjaga harga diri Allah, Islam dan umat Islam, maka mereka tak akan pernah melirik jalan jihad. Sebab apapun tantangan yang dihadapi selalu diseselasikan secara persuasif, negosiasi dan manuver politik - istilah halus untuk kekalahan dan menerima kehinaan.

Dan demokrasi menjadi wahana penyemaian karakter siap kalah, pluralisme, negosiasi dan manuver politik. Selagi umat Islam mencintai demokrasi dan meniti jalannya, tak akan pernah bisa memahami jalan jihad dan terbersit untuk menitinya.

Jihad hanya terjadi bila dua kekuatan tak ada yang mau mengalah, kekuatan kufur vs kekuatan iman. Kesiapan negosiasi untuk hal-hal prinsip dalam Islam bermakna kekalahan dan kehinaan. Kerelaan melakukan dan menerimanya berarti menutup pintu jihad. Jihad adalah konfrontasi untuk mempertahankan prinsip dan harga diri. Jalan yang sebangun dengan spirit kemuliaan Allah, Rasul-Nya, ajaran Islam dan umat Islam.

Umat hanya punya dua pilihan jalan; demokrasi atau jihad. Mustahil orang meniti keduanya sekaligus karena keduanya memiliki karakter dasar yang kontradiktif, bukan komplementer.

Demokrasi menjadi payung indah untuk melegitimasi kekalahan dan kelemahan umat, dengan jargon menghargai perbedaan dan kebebasan berpendapat. Padahal makna hakiki dari jargon tersebut, membiarkan diri lemah tak mampu menghentikan kesesatan.

Tak ada solusi lain kecuali harus memilih. Kesalahan memilih tak hanya berdampak buat diri sendiri, tapi juga umat Islam secara luas.
Share:

0 komentar:

Posting Komentar

Blog Archive