اهل السنة والجماعة

Seputar Islam - Dakwah - Sunnah - Jihad - Global News - Amar ma'ruf - Nahi Munkar - Fiqih - Aqidah

Minggu, 05 Maret 2017

Menanti Nasib Demokrasi di Suriah


Menanti Nasib Demokrasi di Suriah

Sudah lima tahun kerusuhan sosial terjadi di Suriah. Berawal dari grafiti nakal khas anak-anak yang sekedar ikut tren revolusi Arab, kekacauan tak juga padam hingga kini. Anak-anak tersebut ditangkap, disiksa dan dibunuh hanya karena menulis: Lengserkan rezim Asad.
Rakyat memprotes kekejaman, dijawab rezim dengan lebih kejam. Pemantik kecil itu menjadi api besar yang membakar seantero negeri. Bahkan negara-negara besar dunia tak sanggup memadamkannya. Atau memang sengaja memeliharanya. Entahlah.
Selama lima tahun mereka tegar melawan kezaliman, dengan spirit jihad di jalan Allah. Kini babak baru sedang dimulai. Mereka tak lagi sekedar melawan kezaliman Bashar Asad dan kroninya, tapi sudah pada tahap bertekad menumbangkan sistem kufurnya.

Sistem kufur yang dimaksud adalah Demokrasi. Rakyat Suriah sudah tak sungkan lagi menyebutnya, beda dengan umat Islam di negeri lain yang masih malu-malu (baca: takut atau belum nyadar).
Demokrasi selalu disodorkan sebagai tawaran solusi yang dianggap win-win solution. Rezim tidak kehilangan muka, rakyat yang melawan juga mendapat hasil dari keringatnya meski secuil. Demokrasi menawarkan pengelolaan negara secara keroyokan antara ahlul haq dengan ahlul batil.
Rakyat Suriah tak mau lagi tertipu. Tawaran solusi itu ditolak mentah. Mereka hanya mau syariat. Terlalu banyak nyawa yang sudah menjadi tumbal jika harus memasrahkan hasil perjuangan kepada demokrasi yang bertolak belakang dengan sistem Tauhid.

Demokrasi selama ini menjadi pola baku untuk menelikung ending perjuangan umat Islam. Pola ini sudah berlaku sejak era penjajahan, termasuk Indonesia. Para pejuang dulu melawan Belanda dengan pekik takbir dan semangat jihad fi sabilillah. Tapi setelah merdeka, sistem non Islam yang berkuasa. Tragis.

Masyarakat sudah bertekad bulat untuk menyingkirkan demokrasi, hanya mau Islam. Setidaknya suara itu diwakili oleh faksi Haiat Tahrir Syam (HTS), kelompok baru hasil merger beberapa faksi yang mendapat dukungan luas masyarakat.

Dalam mabadi' (prinsip dasar) yang dianut HTS, tercantum kalimat berikut:

                                         حاكمية الشريعة غاية الجهاد و الثورة، ونبذ الديمقراطية والعلمانية

"Tegaknya syariat adalah visi jihad / revolusi, dan tersingkirnya demokrasi / sekularisme".
Sebuah kemajuan yang luar biasa. Mereka sudah melek realita, bahwa demokrasi selain dibangun di atas ideologi kufur, ia juga instrumen tipuan dan jebakan musuh. Lebih dari itu, demokrasi kerap dijadikan rumah berlindung untuk menzalimi umat Islam yang ingin membela agamanya. Karenanya wajib ditumbangkan.

Jika dilihat dari sisi dekatnya kemenangan Islam yang murni, visi para pejuang Suriah mencerminkan level yang sudah sangat tinggi. Mereka telah berhasil mengajak masyarakat luas untuk terobsesi dengan Islam murni, bebas dari berbagai syubhat, utamanya demokrasi.
Sementara di negeri Islam lain, masih berkutat pada bagaimana membela Islam dengan menumpang kendaraan "indah" bernama demokrasi. Bahkan untuk golput sekalipun menjadi salah dan dibully. Duh.

Itu artinya, anak tangga yang harus ditapaki masih sangat banyak untuk sampai pada Islam yang murni. Wallahua'lam.
Share:

0 komentar:

Posting Komentar

Blog Archive