اهل السنة والجماعة

Seputar Islam - Dakwah - Sunnah - Jihad - Global News - Amar ma'ruf - Nahi Munkar - Fiqih - Aqidah

Selasa, 07 Maret 2017

Mengelola Kemarahan

Mayoritas umat Islam marah terhadap a hog karena ulahnya menghina Al Quran. Kemarahan ini terekspresikan dalam demo akbar pada 411 & 212 lalu. Agaknya tensi kemarahan belum akan reda meski sudah diluapkan dalam demo, sebab si pemicu kemarahan masih bebas melenggang.

Kita patut bersyukur dengan gelombang kemarahan umat. Ini pertanda eksistensi mereka masih ada. Nurani mereka masih hidup dan peka melawan kezaliman.

Ada banyak penyebab kemarahan yang berserakan di tengah umat. Tapi tak semuanya bisa menghasilkan energi kemarahan seperti kemarahan mereka terhadap a hog.

Jika yang diukur adalah skala dosa, maka syirik bisa menjadi pemicu kemarahan umat. Dan fenomena syirik banyak bertebaran di tengah masyarakat. Tapi tak berhasil memicu kemarahan umat.

Jika yang dilihat adalah penghinaan kepada syariat, maka sistem demokrasi harusnya bisa memicu kemarahan. Sebab demokrasi menolak kedaulatan syariat, hanya mau kedaulatan rakyat. Tapi ini juga tak bisa menghasilkan kemarahan.

Secara teoritis, jika ada yang mengusulkan agar syariat dijadikan UU masyarakat, pasti ada yang menolak dengan mengatakan; jangan bawa-bawa ayat dalam mengelola negara. Kita sudah punya UU sendiri yang mengayomi kebhinekaan, bukan UU dari agama tertentu, katanya.

Kalimat tersebut substansinya penghinaan terhadap ayat. Tapi karena ia menyatu dengan nilai demokrasi yang menjadi bagian tak terpisahkan dalam kehidupan masyarakat, maka tak bisa melahirkan kemarahan.

Demikian pula dengan sistem riba yang menjadi urat nadi perekonomian nasional. Ini juga hakekatnya merendahkan syariat, tapi sudah dianggap biasa karena menyatu dengan siatem tata negara. Walhasil tak bisa memantik kemarahan juga.

Daftar masalah yang semestinya bisa memantik kemarahan bila dirinci akan sangat panjang. Tapi mengapa hanya a hog yang berhasil memantik kemarahan ?

Wallahua'lam. Allah Maha Tahu sebab sesungguhnya. Tapi secara manusiawi, kita bs menangkap perbedaannya dibanding kasus lain. Ini menandakan apa yang dilakukan a hog benar-benar menyinggung harga diri umat Islam.

Faktor lain, karena para tokoh Islam membangunkan umatnya untuk marah. Seruan mereka terbukti manjur karena dilandasi fakta, bukan pelajaran teoritis.

Hal lain, kemarahan masal tak bisa dilakukan terlalu sering. Perlu proses pematangan dan fokus sehingga bisa meledak menjadi kemarahan luas.

Kemarahan melihat syirik, kufur, pelecehan simbol-simbol Islam, riba, sistem buatan manusia, aliran sesat, dan semua jenis kemunkaran adalah nilai luhur Islam yang harus dipelihara dan diajarkan kepada umat. Nilai yang menjadi karakter para Sahabat dan generasi salaf shalih, salah satu contohnya Umar bin Khattab ra.

Dan termasuk PR yang tidak mudah diracik formulanya adalah bagaimana mengajak umat untuk marah pada perkara serius tapi terlanjur menjadi biasa dan melembaga. Tugas dai untuk selalu membuka tabir kemunkarannya meski tak selalu berhasil memantik kemarahan umat. Setidaknya sudah ada investasi pemahaman, jika suatu saat datang momentum, tinggal diledakkan menjadi kemarahan masal yang dahsyat.


Share:

1 komentar:

Blog Archive