Senin, 06 Maret 2017
Home »
» Nilai Sebuah Sistem
Nilai Sebuah Sistem
Umat Islam protes dan marah terhadap Ahok dengan turun ke jalan mengepung istana pada 4 Nopember 2016 lalu. Then, ada di mana si Ahok sendiri ? Entahlah
Hal yang pasti, rumahnya dijaga oleh 100 personil brimob. Mungkin saja ia ada di rumah bercanda ria dengan anak dan istrinya.
Lalu apa agama para personel brimob tersebut? Kemungkinan mayoritas muslim mengikut populasi negeri ini.
Anda bisa bayangkan, penista Al-Quran adalah Ahok, demo dilakukan di istana dengan presiden dan wapres beragama Islam. Polisi yang menjaga demo juga mayoritas muslim. Brimob yang menjaga rumah Ahok juga mayoritas muslim. Sementara si Ahok sendiri mungkin santai bercengkerama di rumah sambil memantau kemarahan umat terhadap dirinya.
Ilustrasi ini tak mungkin terjadi kecuali disebabkan ada sistem yang berlaku. Umat Islam bahkan untuk menghukum si kafir penghina Al-Quran harus menghadapi lapis-lapis penjagaan sebagai sebuah sistem tata negara, politik dan hukum. Umat Islam tak bisa melakukannya secara langsung.
Sebagaimana umat Islam terhalang oleh sistem untuk menghukum Ahok secara langsung, demikian pula dalam memberantas semua kemunkaran. Oleh sebab itu dapat ditarik kesimpulan, bahwa kebencian kepada kemunkaran harus menyatu dengan kebencian terhadap sistem yang melindunginya.
Memberantas kebatilan dengan tanpa merusak sistem pelindungnya, akan menjadi keruwetan tanpa ujung dan sangat melelahkan. Sebagaimana melelahkannya membereskan masalah si Ahok. Umat Islam harus bermanuver ke istana dulu untuk bisa menghukumnya.
Sistem pelindung kemungkaran adalah akar kemungkaran yang sesungguhnya.
0 komentar:
Posting Komentar